Showing posts with label Traditions. Show all posts
Showing posts with label Traditions. Show all posts
12:48 AM

Lima Hal Yang Membuat Bangsa Jepang Maju

Negara ini pernah dua kali dibom oleh Sekutu, terlibat konflik horisontal, dan diancam kelaparan, tapi puluhan tahun kemudian bangkit dan segera menjelma menjadi negara kuat di Asia, bahkan dunia. Apa rahasia yang membuat mereka bisa berkembang dengan sangat pesat?

Ada banyak faktor yang membuat bangsa Jepang lebih maju. Tentunya kita dapat mencontoh dan menerapkannya pada keseharian kita bangsa Indonesia. Berikut ini adalah lima hal yang membuat bangsa Jepang maju :

  1. Pekerja Keras

    “Di dunia ini tidak ada orang yang gagal, yang ada hanyalah orang yang malas”. Mungkin itulah moto yang mereka jadikan pedoman dalam bekerja. Orang Jepang dikenal pekerja keras dan profesional. Mereka tidak mudah menyerah dalam mendapatkan sesuatu.

  2. Tepat Waktu

    Orang Jepang dikenal sangat tepat waktu. Bagi mereka waktu adalah hal yang paling berharga. Bagi mereka, menunda pekerjaan sama dengan menambah pekerjaan. Sebenarnya sama juga dengan pemahaman orang Indonesia, hanya saja orang Indonesia kurang dalam mengaplikasikannya.

  3. Punya Rasa Malu

    Siapa bilang rasa malu itu harus dihilangkan? Mau jadi apa bangsa ini kalau kita tidak punya rasa malu? Malu di sini bukanlah rasa malu untuk berkembang, tapi malu untuk meneruskan kesalahan. Orang Jepang yang merasa gagal, pasti merasa malu dan mengundurkan diri. Bahkan jaman perang dulu, jenderal perang yang gagal rela untuk bunuh diri sebagai upah kegagalannya.

  4. Menjaga Tradisi

    Orang Jepang bukanlah tipe orang yang lupa akan kulitnya. Secanggih apapun modernisasi dan teknologi, mereka selalu memasukkan tradisi bangsa mereka. Ini bukanlah sesuatu yang kuno, tapi justru bisa menjadi ciri khas dan karakter suatu bangsa. Jika bangsa kita saja tidak mempunyai karakter, bagaimana mau maju?

  5. Punya Rasa Ingin Tahu Yang Tinggi

    Orang Jepang selalu mempunyai motivasi tersendiri untuk mempelajari hal yang baru. Hal itu didukung pula oleh kebiasaan mereka yang rajin membaca dan terbuka pada pemikiran baru.

Jadi, apakah kita ingin mempertahankan sifat malas dan suka menunda-nunda pekerjaan kita, atau kita bisa bangkit seperti semangat negara Jepang itu? Life is a matter of choice. Silahkan pilih sendiri jalanmu.

(id.jobs.com)

6:07 PM

Cerita Rakyat Jepang

Cerita Rakyat Jepang (denshou) adalah cerita dari folklor lisan yang lahir dan beredar di kalangan rakyat Jepang. Cerita rakyat Jepang banyak mendapat pengaruh dari Shintoisme dan Buddhisme, dua agama utama di Negeri Sakura.

Sering terdapat tokoh dan situasi yang menggelikan dan aneh di dalamnya, juga mencakup berbagai makhluk supernatural, seperti bodhisatya, kami (dewa dan roh yang dihormati), youkai (roh-monster, seperti oni, kappa, dan tengu), yuurei (hantu), ular naga, dan hewan-hewan dengan kekuatan supranatural seperti kitsune (rubah), tanuki (anjing rakun), mujina (luak), dan bakeneko (transformasi kucing), juga benda-benda yang sakral dan dirasuki.

Cerita rakyat Jepang sering dibagi ke dalam beberapa kategori: “mukashibanashi” (cerita zaman purbakala), “namidabanashi” (cerita sedih), “obakebanashi” (cerita hantu), “ongaeshibanashi” (cerita pembalasan kebaikan), “tonchibanashi” (cerita jenaka); “waraibanashi” (cerita lucu), dan “yokubaribanashi” (cerita keserakahan). Cerita rakyat Jepang juga meliputi Yukar (ユーカラ) atau cerita rakyat Ainu.

Sedangkan istilah yang digunakan di Jepang dalam literatur yang diterbitkan sesudah zaman Meiji hingga awal zaman Shouwa adalah minwa, mindan, atau ritan (cerita rakyat), kohi (cerita yang ditulis di batu), densetsu (legenda), dowa (cerita anak), otoginabashi (dongeng fantasi), dan mukashibanashi (cerita zaman dulu), dan sebagainya.

MOMOTARO

Momotaro (Taro si Buah Persik) adalah cerita rakyat Jepang yang mengisahkan anak laki-laki super kuat bernama Momotaro yang pergi membasmi raksasa. Diberi nama Momotaro karena ia dilahirkan dari dalam buah persik (momo), sedangkan “Tarou” adalah nama yang umum bagi laki-laki di Jepang.

Di zaman dulu kala, hiduplah seorang kakek dan nenek yang tidak punya anak. Ketika nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali datang dihanyutkan air dari hulu sungai. Buah persik itu dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama kakek. Dipotongnya buah persik itu, tapi dari dalamnya keluar seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Momotaro, dan dibesarkan kakek dan nenek seperti anak sendiri.


Momotaro tumbuh sebagai anak yang kuat dan mengutarakan niatnya untuk membasmi raksasa. Pada waktu itu memang di desa sering muncul para raksasa yang menyusahkan orang-orang desa. Momotaro berangkat membasmi raksasa dengan membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau raksasa, Momotaro secara berturut-turut bertemu dengan anjing, monyet, dan burung pegar. Setelah menerima kue dari Momotaro, anjing, monyet, dan burung pegar mau menjadi pengikutnya.


Di pulau raksasa, Momotaro bertarung melawan raksasa dengan dibantu anjing, monyet, dan burung pegar. Momotaro menang dan pulang membawa harta milik raksasa.


ISSUN BOSHI

Issun Boshi (Biksu Tiga Sentimeter) adalah cerita rakyat Jepang tentang pendekar berukuran tubuh tiga sentimeter. Senjatanya berupa katana dari sebatang jarum, sedangkan perahunya adalah mangkuk dari kayu yang didayung dengan sumpit. Cerita Issun Boshi yang umum dikenal orang berasal dari buku cerita bergambar Otogizoshi.


Pasangan suami istri lanjut usia yang tidak punya anak memohon kepada Sumiyoshi no Kami agar diberi anak. Permintaan mereka dikabulkan, dan lahir seorang anak yang tinggi tubuhnya hanya satu sun (ukuran panjang yang setara dengan tiga sentimeter). Anak itu ternyata tidak mau besar-besar, dan tingginya tetap tiga sentimeter sehingga diberi nama Issun Boshi yang berarti “biksu satu sun”.


Pada suatu hari, Issun Boshi ingin menjadi samurai. Ia pergi ke Kyoto membawa pedangnya berupa sebatang jarum, dan berlayar dengan perahu dari mangkuk kayu yang didayung dengan sebilah sumpit. Di Kyoto, ia diterima bekerja oleh sebuah keluarga yang tinggal di rumah besar dan mewah. Ketika putri dari keluarga tersebut ingin pergi ke kuil, Oni bermaksud menculiknya. Issun Boshi berkelahi dengan Oni untuk melindungi sang putri. Oni menelan tubuh Issun Boshi. Bagian dalam perut Oni ditusuk-tusuk oleh Issun Boshi. Oni yang merasa kesakitan meminta Issun Boshi untuk berhenti menusuk-nusuknya. Oni menyerah dan memuntahkan kembali Issun Boshi.


Oni melarikan diri ke gunung setelah meninggalkan sebuah palu ajaib. Palu itu disebut Uchide no Kozuchi yang bisa mengabulkan permintaan atau mengeluarkan uang bila diayunkan. Issun Boshi menggunakan palu ajaib untuk mengubah tubuhnya menjadi seukuran laki-laki dewasa. Issun Boshi menikahi sang putri dan hidup bahagia selamanya. Mereka berdua bisa mendapat makanan enak dan uang berlimpah hanya dengan mengayunkan palu ajaib.


URASHIMA TARO

Urashima Taro adalah legenda Jepang tentang seorang nelayan bernama Urashima Taro. Ia diundang ke Istana Laut (Istana Ryugu) setelah menyelamatkan seekor penyu. Dalam catatan sejarah Provinsi Tango (Tango no Kuni Fudoki) terdapat cerita berjudul Urashima no Ko, tapi menceritakan tentang delapan bidadari yang turun dari langit. Selain itu, kisah Urashima Taro disebut dalam Nihonshoki dan Man’youshu. Cerita yang sekarang dikenal orang adalah versi Otogizōshi asal zaman Muromachi. Seperti lazimnya cerita rakyat, berbagai daerah di Jepang masing-masing memiliki cerita versi sendiri tentang Urashima Taro.

Ceritanya, seorang nelayan bernama Urashima Taro menolong seekor penyu yang sedang disiksa sekawanan anak-anak. Sebagai rasa terima kasih telah ditolong, penyu mengajak Taro berkunjung ke Istana Laut.


Dengan menunggang penyu, Taro pergi ke Istana Laut yang ada di dasar laut. Di sana, Taro bertemu putri jelita di Istana Laut yang bernama Putri Oto. Bagaikan mimpi, Taro ditemani Putri Oto selama beberapa hari. Hingga akhirnya Taro ingin pulang. Putri Oto mencegahnya, tapi tahu usahanya akan sia-sia. Putri Oto memberinya sebuah kotak perhiasan (tamatebako), dan berpesan agar kotak tidak dibuka.


Dengan menunggang seekor penyu, Taro tiba kembali di kampung halamannya. Namun semua orang yang dikenalnya sudah tidak ada. Taro merasa heran, lalu membuka kotak hadiah dari Putri Oto. Asap keluar dari dalam kotak, dan seketika Taro berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tua. Menurut perhitungan waktu di dasar samudra, Taro hanya tinggal selama beberapa hari saja. Namun menurut waktu di daratan, Taro pergi selama 700 tahun.

BUNBUKU CHAGAMA

Bunbuku Chagama (Periuk Teh Pembagi Keuntungan) adalah legenda asal kota Tatebayashi, Prefektur Gunma yang secara turun temurun dikisahkan sebagai dongeng di Jepang. Tanuki tampil sebagai tokoh utama, bisa berganti wujud dan menipu manusia.


Di suatu hari, seorang laki-laki miskin menemukan tanuki di dalam perangkap. Merasa kasihan, binatang itu dilepaskannya. Di malam hari, ia didatangi tanuki yang telah ditolongnya. Sebagai tanda terima kasih, tanuki mengubah diri menjadi periuk agar bisa dijual untuk mendapatkan uang.

Keesokan harinya, periuk itu dijual kepada seorang biksu. Tiba di rumah, periuk langsung dipakai untuk memasak air. Setelah api dinyalakan, tanuki kepanasan dan langsung loncat dari perapian. Dalam wujud setengah tanuki setengah periuk, tanuki lari pulang.

Tanuki masih ingin mendapatkan uang lagi dan mengusulkan untuk membuka pertunjukan akrobat. Atraksi berupa periuk (tanuki) yang berjalan di atas tali. Pertunjukan mendatangkan banyak uang dan tanuki pun ikut senang tidak sendirian lagi.

KAGUYA HIME

Kaguya Hime (Kisah Putri Kaguya) atau Taketori monogatari (Kisah Pengambil Bambu) adalah cerita rakyat Jepang yang tertua. Kisah seorang anak perempuan yang ditemukan kakek pengambil bambu dari dalam batang bambu yang bercahaya.

Di zaman dulu hiduplah seorang kakek bersama istrinya yang juga sudah tua. Kakek bekerja dengan mengambil bambu di hutan. Bambu dibuatnya menjadi berbagai barang, dan orang-orang menyebutnya Kakek Pengambil Bambu. Pada suatu hari, ketika kakek masuk ke hutan bambu, terlihat sebatang bambu yang pangkalnya bercahaya. Kakek merasa heran dan memotong batang bambu tersebut. Keluar dari dalam batang bambu, seorang anak perempuan yang mungil, tingginya cuma sekitar Sembilan sentimeter tapi manis dan lucu. Anak perempuan tersebut dibawanya pulang dan dibesarkannya seperti anak sendiri. Sejak itu, setiap hari kakek selalu menemukan emas dari dalam batang bambu. Kakek dan nenek menjadi kaya. Dalam tiga bulan, anak perempuan yang dibesarkan tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik. Kecantikan putri ini sulit ditandingi, begitu cantiknya sehingga perlu diberi nama. Orang-orang menyebutnya Putri Kaguya (Nayotake no Kaguya Hime).

Berita kecantikan Putri Kaguya tersebar ke seluruh negeri. Pria dari berbagai kalangan, mulai dari bangsawan hingga rakyat biasa, semuanya ingin menikahi Putri Kaguya. Mereka datang berturut-turut ke rumah Putri Kaguya untuk meminangnya, namun terus menerus ditolak oleh Putri Kaguya. Walaupun tahu usaha mereka sia-sia, para pria yang ingin menikahi Putri Kaguya terus bertahan di sekeliling rumah Putri Kaguya. Satu per satu dari mereka akhirnya menyerah, dan tinggal lima orang pria yang tersisa, yang semuanya pangeran dan pejabat tinggi. Mereka tetap bersikeras ingin menikahi Putri Kaguya, sehingga Kakek Pengambil Bambu membujuk Putri Kaguya, “Perempuan itu menikah dengan laki-laki. Tolong pilihlah dari mereka yang ada.” Dijawab Putri Kaguya dengan, “Aku hanya mau menikah dengan pria yang membawakan barang yang aku sebutkan, dan sampaikan ini kepada mereka yang menunggu di luar.”

Ketika malam tiba, pesan Putri Kaguya disampaikan kepada kelima pria yang menunggu. Pelamar masing-masing diminta untuk membawakan barang yang mustahil didapat: mangkuk suci Buddha, dahan pohon emas berbuah berkilauan, kulit tikus putih asal kawah gunung berapi, mutiara naga, dan kulit kerang bercahaya milik burung walet. Pelamar pertama kembali membawa mangkuk biasa, pelamar kedua membawa barang palsu buatan pengrajin, dan pelamar ketiga membawa kulit tikus biasa yang mudah terbakar. Semuanya ditolak Putri Kaguya karena tidak membawa barang yang asli. Pelamar keempat menyerah akibat dihantam badai di perjalanan, sedangkan pelamar kelima tewas akibat patah pinggang. Berita kegagalan ini terdengar sampai ke kaisar yang menjadi ingin bertemu dengan Putri Kaguya. Kakek Pengambil Bambu membujuk Putri Kaguya agar mau menikah dengan kaisar, tapi Putri Kaguya tetap menolak dengan berbagai alasan. Putri Kaguya bahkan tidak mau memperlihatkan dirinya di depan kaisar. Kaisar akhirnya memutuskan untuk menyerah setelah saling bertukar puisi dengan Putri Kaguya.

Musim gugur pun tiba. Putri Kaguya menghabiskan malam demi malam dengan memandangi bulan sambil menangis. Kalau ditanya kenapa menangis, Putri Kaguya tidak mau menjawab. Namun ketika bulan 9 tanggal 15 (bulan September) semakin dekat, tangis Putri Kaguya makin menjadi. Putri Kaguya akhirnya mengaku, “Aku bukan manusia bumi, tanggal 15 ini di saat bulan purnama, aku harus kembali ke bulan.” Identitas sebenarnya Putri Kaguya disampaikan kepada kaisar. Prajurit-prajurit gagah berani diutus kaisar untuk melindungi Putri Kaguya dari jemputan orang bulan. Malam bulan purnama itu pun tiba, sekitar jam dua malam, dari langit turun orang-orang bulan. Para prajurit dan Kakek Pengambil Bambu tidak mampu mencegah mereka membawa Putri Kaguya kembali ke bulan. Putri Kaguya adalah penduduk ibu kota bulan yang sedang menjalani hukuman buang ke bumi. Sebagai tanda mata, Putri Kaguya memberikan obat hidup kekal (tidak pernah mati) kepada kaisar. Namun tanpa Putri Kaguya, kaisar tidak merasa perlu hidup selama-lamanya. Diperintahkannya obat tersebut untuk dibakar di Suruga, di atas puncak gunung tertinggi di Jepang. Gunung tersebut kemudian disebut “Fushi no Yama,” dan akhirnya disebut “Fujisan” (Fuji no Yama, Gunung Fuji). Obat yang dibakar di atas gunung kabarnya membuat Gunung Fuji selalu mengeluarkan asap hingga sekarang.


KACHI-KACHI YAMA

Kachi-Kachi Yama (Gunung Kachi-Kachi) adalah cerita rakyat Jepang tentang kelinci yang menghukum tanuki karena perbuatannya membunuh nenek teman kelinci. Kata “kachi-kachi” merupakan onomatope dari bunyi beradunya batu api yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi “kachi-kachi”. Cerita versi aslinya dianggap terlalu kejam, sehingga beredar versi cerita yang lebih halus. Akhir cerita juga sering diganti dengan kelinci menolong tanuki yang hampir tenggelam dan hidup rukun bersama-sama.


Di zaman dulu hidup sepasang kakek dan nenek. Setiap kali kakek bekerja di ladang, tanuki datang mengganggu dengan bernyanyi-nyanyi. Lirik lagu yang dinyanyikan tanuki berisi kutukan agar panen gagal. Bukan cuma itu, tanuki juga menggali dan memakan bibit ubi yang ditanam kakek di ladang. Kakek sangat marah dan memasang perangkap. Tanuki masuk perangkap, diikat, dan dibawa pulang.


Setelah diletakkan di dapur, kakek kembali ke ladang. Nenek yang menjumpai tanuki di dapur setuju untuk melepasnya, karena sudah dibohongi tanuki yang berjanji membantu membereskan rumah. Setelah terlepas, tanuki malah memukuli nenek dan membunuhnya. Daging si nenek dimasak tanuki menjadi sup. Kepulangan kakek dari ladang disambut tanuki yang sudah berubah wujud menjadi si nenek. Kakek memakan sup yang disuguhkan “nenek” dengan enaknya. Setelah sup habis dimakan, “nenek” kembali berubah wujud menjadi tanuki dan menceritakan segalanya. Sambil tertawa-tawa, tanuki pulang ke gunung.


Kelinci sahabat si kakek mendengar peristiwa ini dan memutuskan untuk membalas dendam. Tanuki kebetulan kenal dengan kelinci dan percaya saja dengan ajakan kelinci untuk mengumpulkan kayu bakar dengan imbalan uang. Setelah ranting kering terkumpul, Tanuki berjalan di muka sambil memanggul ikatan ranting kering. Kelinci mengikuti dari belakang karena ia ingin membakar ranting kering di punggung tanuki. Tanuki bisa mendengar suara “crek-crek” dari dua buah batu api yang dibentur-benturkan kelinci, tapi pandangannya terhalang ranting kering yang sedang dipanggulnya. “Bunyi apa itu ‘crek-crek’?” tanya tanuki. Kelinci menjawab, “Oh, itu suara burung Crek-crek dari Gunung Crek-crek yang ada di sebelah sana.”


Setelah berhasil membakar punggung tanuki, kelinci menjenguk tanuki yang sedang sakit luka bakar. Tanuki diberi mustard yang menurut kelinci adalah salep obat luka bakar. Mustard yang dioleskan pada luka bakar di punggung tanuki makin membuat tanuki kesakitan. Di akhir cerita, tanuki diajak kelinci pergi memancing di danau. Perahu yang dinaiki kelinci dibuat dari kayu, tapi tanuki diberi perahu yang dibuat dari lumpur. Terkena air, perahu lumpur menjadi lunak dan tenggelam. Tanuki berenang sekuat tenaga ke tepian, tapi dipukuli kelinci dengan dayung dan mati tenggelam.


(www.mochihotoru.co.cc)

4:56 PM

Mitologi Jepang

Foklor, sekarang disebut mitologi Jepang, hampir seluruhnya berdasarkan cerita yang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, dan Fudoki dari berbagai provinsi di Jepang. Dalam kata lain, mitologi Jepang sebagian besar berkisar pada berbagai kami penghuni Takamanohara (Takamahara, atau Takamagahara), dan hanya sedikit sumber literatur tertulis yang dapat dijadikan rujukan.


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/e/e5/Amaterasu_cave.JPG


Di zaman kuno, setiap daerah di Jepang diperkirakan memiliki sejenis kepercayaan dalam berbagai bentuk dan folklor. Bersamaan dengan meluasnya kekuasaan Kekaosaran Yamato, berbagai macam kepercayaan diadaptasi menjadi Kumitsugami atau “dewa yang dipuja” yang bentuknya menjadi hampir seragam, dan semuanya dikumpulkan ke dalam “Mitologi Takamanohara”. Sementara itu, wilayah dan penduduk yang sampai di abad berikutnya tidak dikuasai Kekaisaran Yamato atau pemerintah pusat Jepang yang lain, seperti Suku Ainu dan orang Kepulauan Ryuukyuu masing-masing juga memiliki mitologi sendiri.


Di abad pertengahan berkembang mitologi Jepang abad pertengahan (Chuusei Nihongi) dengan isi yang berbeda dari mitologi sebelumnya. Mitologi Jepang abad pertengahan tetap berpedoman pada Nihonshoki tapi dikembangkan hingga menjadi sangat berbeda dengan versi aslinya. Mitologi Jepang abad pertengahan ditemukan dalam epik perang seperti Taiheki, buku penggubahan syair dan anotasinya, serta berbagai Engi atau buku catatan asal-usul dan sejarah milik kuil agama Buddha dan Shinto.


Dalam mitologi Jepang abad pertengahan, berbagai kami dalam Kojiki dan Nihonshoki berdasarkan teori Honji Shijaku dikenali sebagai perwujudan sementara para Buddha dan Bodhisattva atau dianggap sejajar. Selain itu, mitologi Jepang abad pertengahan bercampur dengan unsur-unsur yang diambil dari seni dan cerita rakyat, mitologi berbagai daerah, serta menampilkan tingkat kedewaan dan benda-benda yang tidak ada di dalam Kojiki dan Nihonshoki.

Di pertengahan Zaman Edo, terdapat buku yang berjudul Kojiki-den dengan maksud melakukan interpretasi isi Kojiki hingga tuntas. Buku ini menyebabkan sumber utama mitologi Jepang bergeser dari Nihonshoki menjadi Kojiki dan keadaan ini bertahan hingga sekarang.


Penciptaan Dunia

Dunia berawal di Takamonahara di sana lahir berbagai kami seperti Kotoatmasuki dan Kaminoyonayo. Kami yang lahir paling akhir adalah dua bersaudara: Izanagi (Izanaki) dan Izanami.


Izanagi dan Izanami

Izanagi dan Izanami turun di Ashinara No Shikami, menikah, dan berturut-turut melahirkan pulau-pulau yang membentuk kepulauan Jepang yang disebut Yashima Setelah melahirkan berbagai kami, Izanami tewas akibat luka bakar saat melahirkan Kagutshuci (Dewa Api). Setelah membunuh Kagutsuchi, Izanagi pergi ke negeri Yomi untuk mencari dan menyelamatkan Izanami. Setelah berada di negeri Yomi, wujud Izanami berubah menjadi menakutkan. Izanagi yang melihat sosok Izanami menjadi lari ketakutan.


Izanagi menjalani misogi (mandi) karena tidak suka dengan kekotoran (kegare) yang terbawa dari Yomi. Ketika melakukan misogi, Izanagi melahirkan pula sejumlah kami, saat mencuci mata kiri terlahir Amaterasu (Dewa Matahari, penguasa Takamanohara), saat mencuci mata kanan terlahir Tsukuyami (dewa bulan, penguasa malam), dan saat mencuci hidung lahir Susanoo (penguasa samudra). Ketiga kami ini disebut Miha Shira No. Uzu No Miko, dan menerima perintah dari Izanagi untuk menguasai dunia.


Amaterasu dan Susanoo

Susanoo ingin pergi ke tempat Izanami di Ne no Kuni dan berteriak-teriak menangis hingga membuat kerusakan luar biasa di langit dan bumi. Susanoo akhirnya pergi naik ke Takamanohara yang diperintah Amaterasu. Kedatangan Susanoo salah dimengerti, Amaterasu menyangka Susanoo datang untuk merebut Takamanohara. Susanoo disambut Amaterasu dengan busur dan anak panah.


Agar kecurigaan Amaterasu terhapus, dari setiap benda yang menempel di badan Susanoo lahir kami yang jenis kelaminnya membuktikan kemurnian tubuh Susanoo. Amaterasu percaya dan mengizinkan Susanoo berada di Takamanohara. Di sana Susanoo membuat keonaran lagi sampai Amaterasu bersembunyi di dalam gua Ama No Iwato. Amaterasu adalah Dewa Matahari, sehingga matahari tidak terbit selama Amaterasu bersembunyi. Para kami di Takamanohara menjadi susah hati. Amaterasu akhirnya keluar dari dalam gua setelah dikelabui. Susanoo yang sering membuat susah akhirnya diusir ke dunia bawah.

Legenda Izumo

Susanno turun ke negeri Izumo. Setelah berhasil membunuh monster Yamano Orochi yang suka merusak, Susanoo menikah dengan putri Kunitsukami. Cucu keturunan Susanoo bernama Ooikunitsi menikah dengan putri Susanoo dan membangun negeri Sukunaihokaradan Ashihara no Nakatsukuni. Menurut penjelasan nama tempat yang ada di buku Fudoki negeri Izumo, lokasi pembasmian Yamata no Orochi ada di distrik Ou (sekarang kota Yasugi, Perfektur higame), tapi bukan Susanoo yang menjadi pahlawan, melainkan Oonamuchi (Ookuninushi).


Penaklukan Ashihara no Nakatsu

Sementara itu, Amaterasu dan para kami (Amatsukami) di Takamanohara menyatakan negeri Ashihara no Nakatsu no Kuni (Izumo) harus diperintah Amatsukami atau cucu keturunan Amaterasu. Sejumlah kami dikirim ke Izumo untuk mewujudkan keinginan ini. Setelah dua anak Ookuninushi, Kotoshironushi dan Takeminakata menitis ke Amatsukami, Ookuninushi berjanji untuk memberikan negeri Izumo dengan syarat dibangunkan sebuah istana. Istana ini nantinya disebut Izumo Taisha.


Ninigi yang merupakan cucu Amaterasu menerima Ashihara no Nakatsu. Ninigi turun ke negeri Hyaga dan kemudian menikahi Putri Konohanasakuya.


Kisah Hoori dan Hoderi

Ninigi memiliki dua putera, Hoori dan Hoderi. Mata pancing milik Hoderi dihilangkan Hoori sehingga kedua bersaudara ini bertengkar. Hoori lalu pergi ke istana Kaijin (Dewa Laut) dan menemukan mata pancing Hoderi di sana. Sewaktu berada di sana, Hoori menikah dengan putri dewa laut. Dari pernikahan ini lahir anak laki-laki bernama Ugaya Fukiaezu. Putra keturunan Ugaya Fukiaezu yang bernama Kamuyamato Iwarehito nantinya menjadi Kaisar Jimmu.


Kaisar Jimmu

Kamuyamato Iwarehito dan kakak-kakaknya berkeinginan menguasai Yamato. Penduduk yang sejak dulu berdiam wilayah Yamato melawan dengan sekuat tenaga, dan pertempuran sengit terjadi. Kesaktian Kamuyamato Iwarehiko yang masih keturunan dewa bukan tandingan bagi penduduk Yamato. Pada akhirnya, Kamuyamato Iwarehiko naik tahta sebagai kaisar di kaki gunung Unebikashihara no Miya. Kamuyamato Iwarehiko nantinya dikenal sebagai kaisar pertama Jepang Kaisar Jimmu.


Setelah Kaisar Jimmu wafat, pemberontakan dilancarkan putra Kaisar Jimmu yang bernama Tagishimimi. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan Kamununakawamimi yang kemudian naik tahta sebagai Kaisar Suizei.


Kesshi Hachi-dai

Delapan kaisar, termasuk kaisar kedua Kaisar Suizei hingga kaisar ke-9 Kaisar Kaika disebut sebagai Kesshi Hachi-dai. Kedelapan nama kaisar tertulis dalam Kojiki dan Nihon-shoki, tapi tidak dijelaskan peran dan jasa-jasanya.


Tengu

Tengu adalah bagian dari mitologi Jepang. Dalam bahasa Jepang, kata “tengu” berarti anjing surga. Ada dua jenis tengu yang dikenal dalam mitologi Jepang. Yang pertama, adalah tengu tradisional atau “crow tengu” yang memiliki paruh seperti burung, cakar dan sayap burung, namun mempunyai tubuh manusia.


Yang kedua adalah yamabushi atau tengu yang dikenal dengan sebutan “pendeta gunung”. Mereka berwujud manusia, namun memiliki hidung yang sangat panjang. Di Jepang, banyak dijual topeng kayu yang menampilkan wujud tengu.


Dalam bahasa Inggris, tengu diterjemahkan menjadi “goblin” atau sejenis hantu. Jadi, apa hubungan antara “anjing surga” dengan pendeta gunung berhidung panjang? Atau sosok manusia burung?


Masyarakat Cina mengenal legenda tentang hantu gunung yang bernama tien-kou, karakter yang dikenal dengan nama celestial dogs atau heavenly dogs (anjing-anjing surga).


Cara melafalkan kata tien-kou agak mirip dengan pelafalan tengu dlm bahasa Jepang. Namun definisi dari tengu versi Cina dan Jepang berbeda. Tengu dalam masyarakat Cina merujuk ke legenda komet atau meteor. Menurut legenda, meteor adalah raga makhluk surgawi yang jatuh ke bumi. Ekor komet mengingatkan masyarakat Cina pada ekor musang atau anjing. Tengu dalam definisi Cina lebih merujuk pada makhluk astral.


Legenda tengu Jepang muncul di abad ke-6 dan 7. Tengu dalam istilah Jepang merujuk pada makhluk burung dan pendeta berhidung panjang. Tengu berwujud manusia burung sering menculik anak-anak kecil, membuat orang tersesat dan menyebabkan kebakaran hutan. Mereka juga bisa berubah wujud menjadi lelaki, wanita dan anak-anak.


*) Penulis adalah Mahasiswi Sastra Inggris Unand

(www.mochohotoru.co.cc)

10:05 PM

Desain Rumah Orang Jepang

Atsugi/Jepang, 16 November 2007

Setiap hari, pergi dan pulang kerja dari kampus, saya selalu melewati sebuah proyek pembangunan rumah yang tidak jauh dari tempat tinggal saya. Proyek tersebut sudah dikerjakan sekitar sebulan enam minggu yang lalu dan beruntung sekali saya melihatnya mulai dari tahap konstruksi basement-nya. Sebagai gambaran, proyek tersebut terdiri dari tiga buah rumah yang sama dari model, ukuran, luasnya. Sekarang rumah tersebut sudah hampir selesai yang tinggal tahap finishing saja lagi.

Dengan seringnya melihat proyek rumah tersebut, saya bisa mengamati kemajuan dan dari langkah-langkah pembuatan rumah tersebut. Ketiga rumah yang sama ini disain dan modelnya biasa saja, sama halnya dengan rumah orang Jepang yang lain yaitu model seperti kotak saja.

Pengerjaan utama dari rumah tersebut adalah fondasinya, dan seluruh instalasi air bersih dan kotor sudah disiapkan pada kolong yang ada pada fondasi rumah tersebut, jadi tidak ada pipa-pipa yang terbenam dalam tanah seperti halnya sistem pembangunan rumah di Indonesia.

Rumah tersebut terbuat dari kayu dan semua material kayu tersebut dipesan dari perusahaan yang bergerak di bidang bahan bangunan. Saya dapat informasi bahwa seluruh material kayu (baik untuk konstruksi, dinding, dan lantai) semuanya berasal dari Jepang. Beruntung saya sempat melihat sendiri pabrik yang membuat bahan bangunan dari kayu sewaktu konferensi di Sapporo waktu itu. Jika dibandingkan dengan Indonesia, mungkin rumah kayu tidak popular di Indonesia, tetapi di Jepang saya perhatikan, rumah yang sampai tingkat dua banyak terbuat dari kayu. Memang beralasan mengapa dari kayu mengingat Jepang adalah negara yang sering diguncang gempa dan konstruksi kayu dianggap lebih aman daripada konstruksi beton. Kemudian alasan lainnya saya pikir adalah masalah pemakaian energi di rumah tangga, yaitu rumah kayu lebih irit dalam pemakaian AC untuk pendingin pada musim panas dan pemanas (heater) pada musim dingin.

Satu hal lagi adalah rumah di Jepang tidak begitu besar dan banyak sekali ruangannya. Saya pikir ini juga ada alasan pemakaian energi yang lebih hemat untuk ruangan yang lebih kecil. Di samping itu faktor tanah yang mahal sekali harganya untuk dibeli sehingga orang Jepang secukupnya saja untuk membeli tanah untuk rumah mereka.

Untuk sementara, saya mengambil kesimpulan di sini bahwa orang Jepang dalam membangun rumah lebih mementingkan fungsi dan efisiensi daripada model. Dari sistem kolong untuk instalasi akan lebih mempermudah dalam inspeksi kerusakan dan kebocoran dan perawatan. begitu juga dengan pemakaian kayu yang lebih hemat dalam pemakaian energi untuk pendingin dan pemanas, serta ukuran rumah yang tidak begitu besar yang memudahkan dalam operasional aktivitas sehari-hari dan perawatan. Satu hal lagi, rumah yang tidak terlalu besar akan membuat sang pemilik rumah untuk berpikir seribu kali atau mungkin sejuta kali untuk membeli perabot dan elektronik serta mobil karena “lahan” yang tersedia terbatas alias “mau ditempatkan di mana?”

Yah, sekian dulu ya laporan saya ini. Semoga pengunjung puas dengan laporan dadakan ini, mumpung masih ingat nih. Sayang belum sempat ambil foto rumah tersebut, soalnya pas saya lewat di situ, tukangnya lagi mondar-mandir di situ, saya jadi tidak enak untuk “jepret”.

Salam dari Atsugi.

http://erkata.files.wordpress.com/2007/11/3ed4ca36.jpg


http://erkata.files.wordpress.com/2007/11/kurayaneyamaki.jpg

http://erkata.files.wordpress.com/2007/11/07momizi_rinnoji1.jpg

(sumber: erkata.wordpress.com)

8:25 PM

Komunitas Terdidik: Belajar dari Jepang

Opini kecil, yang saya tulis sewaktu masih tinggal di Jepang. Pernah dimuat di kolom Opini, Surat Kabar Republika, tanggal 15 Juli 2002.

Tiada hari terlewatkan tanpa membaca surat kabar Indonesia melalui Internet. Di sana-sini bermunculan berita mengenai rusaknya moral dan carut marutnya kepribadian masyarakat Indonesia, layaknya sebuah bangsa yang tidak terdidik. Dan kerusakan ini secara signifikan dan menyeluruh melanda berbagai golongan masyarakat Indonesia, dari pejabat atas, menengah sampai rendah, dari anggota DPR sampai menular ke masyarakat umum. Kemudian kalau kita menyimak berita-berita Internasional, sudah menjadi hal yang lazim, bahwa Indonesia selalu memenangi kontes-kontes internasional yang berhubungan dengan sifat buruk. Dari masalah besarnya jumlah korupsi, pelanggaran HAM, pembajakan software, sampai rendahnya masalah sumber daya manusia (SDM).

Pada tulisan ini, penulis mencoba menguraikan tentang bagaimana sebuah komunitas terdidik (knowledged community) dan beradab itu sebenarnya bisa terbentuk dari sesuatu hal yang sangat sederhana.

bus.jpgDari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana sebuah komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat dan sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa “malu”. Fenomena “malu” yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk didalamnya masalah penghormatan terhadap HAM, masalah law enforcement, masalah kebersihan moral aparat, dsb.

eki.jpgBagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu contoh nyata. Orang Jepang lebih senang memilih memakai jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffic light menjadi hijau, meskipun di jalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

densha.jpgHal menarik berikutnya adalah bagaimana orang Jepang berprinsip sangat “ekonomis” dalam masalah perbelanjaan rumah tangga. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Sekitar 8 tahun yang lalu, masa awal-awal mulai kehidupan di Jepang, penulis sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar pukul 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 10 atau 20 yen. Juga bagaimana orang Jepang lebih memilih naik densha (kereta listrik) swasta daripada densha milik negeri, karena untuk daerah Tokyo dan sekitarnya ternyata densha swasta lebih murah daripada milik negeri. Dan masih banyak lagi contoh yang sangat menakjubkan dan membuktikan bahwa orang Jepang itu sangat ekonomis.

Secara perekonomian mereka bukan bangsa yang miskin karena boleh dikata sekarang memiliki peringkat GDP yang sangat tinggi di dunia. Mereka juga bukan bangsa yang tidak sibuk atau lebih punya waktu berhidup ekonomis, karena mereka bekerja dengan sangat giat bahkan terkenal dengan bangsa yang gila kerja (workaholic). Tetapi hebatnya mereka tetap memegang prinsip hidup ekonomis. Ini sangat bertolak belakang dengan masyarakat negara-negara berkembang (baca: Indonesia) yang bersifat sangat konsumtif. Terus terang kita memang sangat malas untuk bersifat ekonomis. Baru dapat uang sedikit saja sudah siap-siap pergi ke singapore untuk shopping, atau beli telepon genggam baru.

imigrasi.jpgSifat berikutnya adalah masalah “sopan santun dan menghormati orang lain”. Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan gomennasai (maaf) dalam setiap kondisi yang tidak mengenakkan orang lain. Kalau kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita sempat mengatakan maaf, orang Jepang dengan cepat akan mengatakan maaf kepada kita. Demikian juga apabila kita bertabrakan sepeda dengan mereka. Tidak peduli siapa yang sebenarnya pada pihak yang salah, mereka akan secara refleks mengucapkan gomennasai (maaf).

Kalau moral dan sifat-sifat sederhana dari orang Jepang, seperti malu, hidup ekonomis, menghormati orang lain sudah sangat jauh melebihi kita, ditambah dengan majunya perekonomian dan sistem kehidupan. Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita, hal baik apa yang kira-kira bisa kita banggakan sebagai bangsa Indonesia kepada mereka ?

Bangsa Indonesia bukan bangsa yang bodoh dan tidak mengerti moral. Kita bisa menyaksikan bahwa mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang belajar Jepang, Jerman, Amerika dan di negara -negara lain, banyak sekali yang berprestasi dan tidak kalah secara ilmu dan kepintaran. Demikian juga kalau kita bandingkan bagaimana para pengamat dan komentator Indonesia menguraiakan analisanya di televisi Indonesia. Selama hidup 8 tahun di Jepang penulis belum pernah menemukan analisa pengamat dan komentator di televisi Jepang yang lebih hebat analisanya daripada pengamat dan komentator Indonesia. Dan ini menyeluruh, dari masalah ekonomi, politik, sistem pemerintahan bahkan sampai masalah sepak bola.

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa fakta menunjukkan, secara politik dan sistem pemerintahan kita tidak lebih stabil daripada Jepang, secara ekonomi kita jauh dibawah Jepang. Dalam masalah sepakbola juga dalam waktu singkat Jepang sudah berprestasi menembus 16 besar pada piala dunia tahun 2002 ini, sementara kita sendiri masih berputar-putar dengan permasalahan yang tidak mutu, dari masalah wasit, pemain sampai kisruhnya suporter.

Mengambil pelajaran dari kasus yang telah diuraikan penulis diatas. Ternyata kepintaran dan kepandaian otak kita adalah tidak cukup untuk membawa kita menuju suatu komunitas yang terdidik. Justru sikap dan prinsip hidup yang sebenarnya terlihat sederhana itulah akan secara silmultan membentuk suatu bangsa menjadi bangsa besar dan berperadaban.


Romi Satria Wahono

(sumber: romisatriawahono.net)

8:17 PM

Jepang dan Apresiasi Budaya Asing

”Selain orang Jepang adalah musuh”. Ajaran demikian itu ditanamkan oleh pemerintah fasis dan militer Jepang kepada para pelajar sampai 1945. Bahkan, setelah Perang Dunia II usai, ketika tentara sekutu datang ke Jepang, bangsa Jepang masih bersikap memusuhi orang asing atau gaikokujin. Lambat laun, mereka menyadari bahwa kebijakan pemerintah ini keliru besar.

Sejak itu, lembaga-lembaga swasta banyak mengambil inisiatif melakukan diplomasi kebudayaan, melakukan muhibah ke luar negeri dan mendatangkan delegasi asing ke Jepang. Mereka menyadari ternyata orang asing itu memiliki sejumlah sifat terpuji dan layak dijadikan contoh. Singkatnya, orang asing itu tidak sejelek yang mereka pikirkan.

Sebagai pihak yang paling merasakan pedihnya dijatuhi bom atom, rakyat Jepang menyadari buruknya dampak perang dan berupaya untuk menghindarinya. Berbagai organisasi swasta mengambil inisiatif mempertemukan bangsa-bangsa di dunia lewat pertunjukan kesenian dan kebudayaan pada umumnya. Inisiatif demikian itu mendapat dukungan pemerintah kota, kabupaten, provinsi, atau pusat. Setiap pemerintahan kota lazimnya menyediakan dana hubungan luar negeri, khususnya untuk program pertukaran kebudayaan.

Pada tahun 1964, Jepang dipercaya menjadi tuan rumah Olimpiade Dunia. Berbagai infrastruktur, seperti jalan kereta api, jalan tol, dan fasilitas lainnya dibangun. Kepercayaan dunia ini membuat orang Jepang semakin percaya diri dan bekerja keras sehingga tumbuh menjadi raksasa ekonomi di Asia. Kini, bangsa Jepang sering digambarkan sebagai bangsa yang hidupnya serba berkecukupan, pintar, kompetitif, ulet, dan bangga dengan budaya sendiri.

Namun, pada sisi lain, hidup mereka menjadi serbamekanis, serbacepat, serba kekurangan waktu sehingga hampir tidak ada waktu bagi keluarga untuk bercengkerama. Hubungan orang tua dan anak menjadi kaku. Selain itu, anak pun seolah tidak merasa berkewajiban untuk berbakti, menyayangi orang tua yang sudah lanjut usia. Beberapa kalangan terdidik menyadari hal ini dan berupaya untuk memperbaikinya, seperti yang sudah dan sedang dilakukan oleh organisasi swasta The Osaka in the World Committee.

Diprakarsai oleh Yamanisi Ippei dan Nakahasi Masami pada tahun 1989, The Osaka in the World bercita-cita ingin membangun saling pengertian antarbangsa melalui pendekatan kebudayaan. Setiap September, mereka mendatangkan tim kesenian asing untuk tampil di beberapa kota di Jepang. Pada tahun 1992, grup kesenian Laras Rumingkang dari UPI tampil di sepuluh kota di Provinsi Osaka.

Pada November 2009, The Osaka in the World memperingati ulang tahunnya yang ke-20 dengan mendatangkan delegasi dari 20 negara. Negara-negara itu, yakni Argentina, Brasil, Bulgaria, Georgia, India, Indonesia, Irlandia, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Mongolia, Nepal, Selandia Baru, Peru, Rusia, Sri Lanka, Thailand, Turki, dan Vietnam. Mereka mendatangkan grup kesenian Uda Ondo dari Argentina yang berkeliling ke berbagai kota di Jepang.

Selama sebulan penuh rombongan kesenian itu, juga semua delegasi asing dari 20 negara itu, tinggal bersama keluarga Jepang yang disebut host family atau hosuto famili. Lewat program ini, delegasi asing dapat mempelajari budaya Jepang, bertukar pikiran untuk saling memahami dan menghargai budaya lain. Para delegasi juga diajak mengunjungi berbagai situs kebudayaan dan objek wisata. Bagi saya sebagai perwakilan Indonesia homestay di keluarga Jepang ini terasa paling mengesankan.

Dari pengamatan langsung, berdiskusi, dan bergaul dengan masyarakat Jepang, saya berkesimpulan bahwa apresiasi mereka terhadap seni sangat tinggi. Auditorium tempat pertunjukan di Kota Kawachinagano pada 27 November 2009, hampir penuh oleh penonton sampai pertunjukan usai. Para penonton, selain membeli karcis, juga memborong berbagai macam cendera mata asal Argentina yang uangnya disalurkan untuk merenovasi satu rumah sakit di daerah pedalaman di Argentina.

Ini mengingatkan saya tahun 2006 ketika Yogyakarta digoyang gempa. Masyarakat Jepang melalui KBRI di Tokyo menggalang dana bantuan. Saya terharu dengan empati orang Jepang terhadap korban gempa itu. Beberapa orang Jepang menguras tabungan mereka. Bahkan, ada yang berkaki roda datang dari jauh menyerahkan sumbangannya ke KBRI di Tokyo.

A. Chaedar Alwasilah
(Sumber: newspaper.pikiran-rakyat.com)

12:15 PM

KIMARIMONKU, FRASE BAHASA JEPANG

Salah satu satu aspek yang paling hebat dan sesuai dalam bahasa Jepang adalah kimarimonku–kata-kata klise yang ditunjukkan oleh frase bahasa Jepang untuk mengungkapkan ekspresi. Jika kamu tengah belajar bahasa Jepang pasti kamu akan menemukannya, bahkan mungkin menggunakannya, ketika kamu bertemu dengan teman-teman Jepangmu. Biasanya, banyak frase bahasa Jepang diajarkan dalam buku-buku bahasa Jepang standar atau yang lainnya, tapi aku telah menemukan (dan mempelajari) banyak sekali ekspresi atau frase yang hanya digunakan dalam situasi tertentu dan kamu jarang sekali mengalaminya kecuali kamu pernah tinggal di Jepang.

Untungnya, dewasa ini semakin banyak orang yang mempelajari bahasa Jepang. Sebagian karena terpengaruh dorama dan anime Jepang, sebagian karena mereka memang mempelajari segala hal tentang Jepang secara akademis, sebagian lagi karena tuntutan pekerjaan. Media-media pun semakin banyak yang menyuguhkan rubrik yang berhubungan dengan Jepang, mulai dari bahasa sampai budaya popularnya. Karena itu, janganlah merasa aneh jika kamu melihat temanmu sering mengucapkan frase-frase dalam bahasa Jepang ketika memulai makan siang atau ketika berkunjung ke rumahmu.

Pengetahuan dan pengertianku tentang kimarimonku ini terasa lebih berkembang selama menjadi mahasiswa. Awalnya kamu akan mempelajarinya bersamaan dengan arti bahasa Indonesia di bawahnya. Setelah itu kamu akan mendengar dan mendengarnya setiap hari jika kamu akhirnya tinggal di Jepang. Kamu lalu memakainya agar kamu diterima lalu setiap kamu pergi ke mana pun kamu mengucapkannya setengah hati lalu merasa pusing karena mendengar ekspresi yang sama terus-menerus, lagi dan lagi, setiap hari. Lalu ketika Buddha berkenan, kamu menemukan pengalaman yang akhirnya membawa makna yang lebih dalam kepadamu.

Ini semua adalah budaya berbahasa Jepang. Kamu tidak bisa benar-benar belajar makna yang lebih dalam dari frase dan ekspresi dalam bahasa Jepang kecuali kamu menenggelamkan diri kamu ke dalam budaya tersebut. Kamu juga harus bisa lepas dari akar budayamu sendiri dan berusaha mengikuti jalan pikiran pemakai budaya tersebut. Dan satu-satunya cara melakukannya adalah tinggal di Jepang selama beberapa tahun. Ini bukan berarti kamu melupakan budayamu sendiri. Ingat, Jepang bisa sedemikian maju karena mereka sangat mengagungkan budaya mereka sendiri dan mempelajari budaya asing lalu mengekstraksi faktor budaya yang sesuai bagi budaya mereka.

Ekspresi-Ekspresi Bahasa Jepang

Itadakimasu : Sebuah ekspresi yang diucapkan tepat sebelum makan. Ini BUKAN doa kecil sebelum makan versi bahasa Jepang. Tidak ada kesamaan sama sekali. Ekspresi ini biasanya dipakai jika kamu menjadi tamu. Menunjukkan apresiasi kepada sang pemilik rumah karena telah repot-repot menyiapkan makanan untukmu. Di rumah, ekspresi ini hanyalah sebuah “pelepas pacuan” yang diartikan sebagai “Selamat makan”. Kata itadaku sendiri berarti menerima. Bentuk yang lebih sopan dari morau.

Gochisousama deshita : Sama pentingnya dengan “Itadakimasu”, frase ini diucapkan sebagai rasa terima kasih kepada sang pemilik rumah setelah menyantap hidangan. Ekspresi ini juga diucapkan dengan sikap yang kurang formal ketika hal pribadi dalam kehidupan seseorang dibagi dalam sebuah percakapan. Jika kamu bermaksud mengungkapkan hal-hal yang menarik tentang bagaimana kali pertama kamu bertemu dengan cinta pertamamu, temanmu akan berterima kasih dengan mengucapkan “Gochisousama deshita”. Bentuk singkatnya adalah gochisou.

Arigatou gozaimasu : Ekspresi yang satu ini adalah salah satu ekspresi yang paling dikenal banyak orang di seluruh dunia. Ungkapan ini senada dengan “Terima kasih” dalam bahasa Indonesia. Ini adalah bentuk sopan dari “Arigatai desu”. Arigatai berarti berutang budi atau berterima kasih. Ekspresi ini merupakan respons jika orang lain memberikan sesuatu atau menolong kamu. Jika kita sudah benar-benar dibantu, kita mengucapkan arigatou gozaimashita. Sedangkan ucapan balasannya adalah dou itashimashite (terima kasih kembali).

Sumimasen : Bangsa Jepang adalah bangsa yang pemalu. Ketika mereka melakukan kesalahan, merasa mengganggu atau menyinggung orang, mereka tak sungkan mengucapkan penyesalannya. Ekspresi ini digunakan sebagai rasa penyesalan mereka atas apa yang mereka lakukan. Frase nonformalnya adalah gomennasai (atau disingkat gomen saja).

Yoroshiku onegai shimasu : Ekspresi ini agak sulit untuk dijelaskan karena sangat mengakar dalam mentalitas dan kebudayaan orang Jepang. Secara bahasa, frase yang paling sering diucapkan ini diartikan sebagai “Saya memohon kepada Anda dengan baik” atau “Tolong perlakukan saya dengan baik”. Ada pula yang mengartikannya sebagai “Tolonglah aku”. Bukan menolong dalam arti “Selamatkan aku dari kesulitan”, tapi lebih mengarah kepada “Jika saya ada masalah, saya mohon bantulah saya”. Namun, secara idiomatis, ungkapan ini diartikan sebagai “Salam kenal”, “Tolong jaga-baik-baik”, “Saya mohon”, “Tolong, ya”. Ekspresi ini sering kali diikuti dengan menundukkan kepala atau badan. Biasanya bentuk nonformal dari ekspresi ini adalah yoroshiku untuk “Salam kenal” dan onegai shimasu untuk “Tolong ya”.