Showing posts with label Foods. Show all posts
Showing posts with label Foods. Show all posts
8:59 PM

Sejarah Wasabi

Wasabi adalah tanaman asli Jepang dari suku kubis-kubisan (brassicaceae). Parutan rimpang (rizoma) yang juga disebut wasabi, dimakan sebagai penyedap masakan Jepang, seperti sashimi, sushi, soba, dan ochazuke. Daun, tangkai, dan rizoma memiliki aroma harum, sekaligus rasa tajam menyengat hingga ke hidung seperti mustar, tapi bukan pedas di lidah seperti cabai.

Unsur kimia yang menjadikan wasabi memiliki rasa menyengat (pedas) adalah isotiosianat (6-methylthiohexyl isothiocyanate, 7-methylthioheptyl isothiocyanate, dan 8-methylthiooctyl isothiocyanate). Senyawa ini bersifat antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga irisan ikan segar selalu dimakan bersama wasabi.

Di alam bebas, tanaman hanya tumbuh liar daerah beriklim sejuk, di lembah pinggiran sungai atau di tengah air bersih yang mengalir perlahan-lahan. Di Jepang, wasabi tumbuh liar di sepanjang aliran sungai yang bersih dan sejuk (10-17℃) di daerah pegunungan pulau Honshu, Kyushu, dan Shikoku.

Tanaman herba tahunan, seluruh bagian tanaman memiliki aroma harum sekaligus rasa pedas menyengat bila dimakan. Rizoma berwarna hijau terang, berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian bawah. Daun keluar langsung dari bagian rizoma, tangkai agak panjang dan tumbuh ke atas dengan daun yang melebar. Daun berbentuk seperti jantung, diameter sekitar 10 cm. Di musim semi, dari rizoma keluar tangkai untuk bunga, letak daun bersilangan, dan ukuran daun lebih kecil dari daun yang keluar langsung dari rizoma. Bunga keluar di ujung tangkai, mekar di akhir bulan Februari-Maret, berwarna putih, daun mahkota empat helai, dan mekar tidak secara berturut-turut.

Budidaya wasabi dimulai sekitar tahun 1596-1615 di hulu Sungai Abe, Utougi, Prefektur Shizuoka. Pada waktu itu, penduduk desa Utougi mencabut wasabi yang tumbuh liar dan memindahkannya ke lahan di sekitar mata air yang terletak di Idougashira. Budidaya wasabi di Idougashira menjadi usaha budidaya wasabi yang pertama di Jepang. Hasilnya dipersembahkan kepada Tokugawa Ieyasu yang tinggal di Istana Sumpu. Menurut cerita, Ieyasu sangat menyukai rasa wasabi hadiah penduduk desa, dan begitu gembira dengan bentuk daun wasabi yang mirip lambang keluarga klan Tokugawa. Menurut cerita lain, penyebaran wasabi ke seluruh Jepang dimulai di pertengahan zaman Edo dari bibit tanaman wasabi yang diterima Itagaki Kanshirou setelah mengajarkan budidaya shiitake kepada penduduk Utougi.

Berdasarkan tempat penanaman, wasabi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, wasabi air (sawa wasabi) yang ditanam di anak sungai (bahasa Jepang: sawa), dan wasabi ladang (hatake wasabi) yang ditanam di ladang. Wasabi ladang bisa dipanen setelah berumur 18 bulan. Daun, tangkai, dan rizoma wasabi ladang dicampur dengan ampas beras hasil perasan sake. Hasilnya makanan olahan yang disebut wasabizuke untuk teman makan nasi, rasanya asin, manis, dan pedas menyengat. Wasabi air ditanam untuk diambil bagian rizoma yang dimakan mentah setelah diparut. Budidaya kecil-kecilan wasabi di saluran air dan anak sungai sering dijumpai di kawasan pegunungan di Jepang. Wasabi air perlu air yang bersih dan sejuk di tanah berpasir yang kaya hara. Dalam kondisi penanaman yang ideal, pupuk seperti pupuk kandang tidak diperlukan karena air menjadi kotor.

Wasabi air hasil budidaya memiliki rizoma yang lebih besar dibandingkan wasabi ladang atau wasabi liar. Rizoma mengeluarkan Allyl isothiocyanate yang bersifat antimikroba, sehingga tanah di sekitarnya bebas mikroba. Tanaman tidak bisa menjadi besar karena di tanah sekeliling tempat tumbuhnya tidak terdapat mikroba yang dapat menyuburkan tanah. Selain itu, wasabi perlu tumbuh di aliran air yang bersih dan bening supaya Allyl isothiocyanate ikut terbawa bersama air, dan tanaman tidak ikut teracuni. Rizoma wasabi air bisa menjadi besar bila semua kondisi terpenuhi.

Panen wasabi tidak mengenal musim dan bisa dipanen kapan saja. Tanaman siap panen setelah 3-4 tahun, dan akar yang dapat dipanen sedikit, sehingga wasabi terutama wasabi segar berharga mahal. Hanya ada sedikit tempat yang cocok dijadikan sentra produksi di Jepang:

* Semenanjung Izu (Prefektur Shizuoka)
* Prefektur Nagano
* Prefektur Shimane
* Prefektur Yamanashi
* Prefektur Iwate.

Produksi dalam negeri tidak pernah mencukupi dan wasabi berharga mahal, sehingga Jepang perlu mengimpor sejumlah besar wasabi dari daratan Tiongkok, Taiwan, dan Selandia Baru.

Selain wasabi segar, dipasaran tersedia bubuk wasabi dalam bubuk wasabi kemasan kaleng, dan wasabi kemasan tube. Di Jepang, daun dan bunga wasabi digoreng sebagai tempura, dan wasabi digunakan sebagai perasa untuk berbagai produk makanan ringan hingga es krim.

Rozima wasabi diparut dengan alat parut dari logam (oroshigane). Walaupun demikian, sebagian kecil orang berpendapat aroma wasabi tidak hilang dan terasa lebih enak bila diparut dengan alat parut tradisional dari kulit ikan hiu. Wasabi hanya diparut seperlunya saja sebelum dimakan, karena aroma wasabi hilang di udara terbuka. Rasa pedas hingga keluar air mata merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat wasabi. Anak-anak yang belum terbiasa, biasanya memakan sushi yang tidak diberi wasabi (bahasa Jepang: sabinuki).

Rizoma wasabi berharga mahal dan metode pengawetannya sulit, sehingga bubuk wasabi dan pasta wasabi dalam tube digunakan sebagai pengganti. Bubuk wasabi dan wasabi dalam tube sering dibuat dari bahan pengganti berupa lobak, dicampur rizoma Armoracia rusticana (bahasa Inggris: horseradish), dan bahan pewarna makanan. Bubuk wasabi kemasan kaleng dicampur dengan air untuk menghasilkan pasta wasabi yang siap santap.

Komposisi bubuk wasabi dan wasabi tube bergantung kepada merk dan produsen. Bila produk mengandung kadar wasabi asli lebih dari 50%, maka di kemasannya ditulis, Hon Wasabi (wasabi asli) atau Hon Wasabi Shiyou. Definisi “wasabi asli” bisa berarti bagian rizoma atau bagian lain dari tumbuhan (daun dan tangkai). Bila pasta wasabi mengandung kurang wasabi kurang dari 50%, maka pada kemasan ditulis sebagai Hon Wasabi Iri (Mengandung wasabi asli).

Sumber: edisonkuo.com

9:09 PM

Makanan Aneh dari Jepang

Selalu saja ada hal-hal aneh yang tercipta dari kejeniusan dan kreativitas orang-orang Jepang. Entah itu berupa game, makanan, minuman, dan apapun deh pokoknya. Berikut ini, ada beberapa makanan yang menjijikan sih, tapi sangat disukai di Jepang sana. Mite gorannasai nee!

Inago no Tsukudani

“Inago no Tsukudani” adalah masakan tradisional Jepang yang populer di masyarakat pedesaan daerah Yamagata, Nagano, dan Gunma. “Inago” yang berarti belalang direbus dengan “tsukudani”, yaitu kecap manis dan ditambah bumbu-bumbu khusus ala Jepang. Nikmat selagi panas.

Fugu

“Fugu” adalah kata dalam bahasa Jepang untuk ikan buntal. The kanji karakter yang digunakan untuk menulis Fugu secara harfiah memiliki arti babi sungai. Daging fugu bisa dimakan, tetapi kulit, hati dan ovariumnya mengandung sejumlah racun mematikan tetrododoxin. Jika salah satu unsur ini dikonsumsi maka racunnya akan melumpuhkan otot-otot, sementara korban tetap sadar sepenuhnya dan akhirnya bisa meninggal karena sesak napas.

Beberapa restoran di Jepang bisa menyajikan daging Fugu jika dilakukan oleh koki Fugu yang memenuhi syarat. Jadi, jangan pernah coba-coba untuk makan ikan ini kalo kita ga punya keahlian khusus.


Shirako

Sepintas makanan yang satu ini mirip banget kaya usus sapi. Tapi ini adalah Shirako, yaitu alat kelamin ikan jantan dan sebuah kantung yang berisikan sperma. Shirako menjadi hidangan populer di pub-pub yang ada di Jepang (Izakaya) dan sushi bar.

Basashi

“Sakuraniku” adalah sebuah nama untuk daging mentah kuda. “Sakura” yang berarti bunga sakura mekar dipadukan dengan “niku” yang berarti daging. Namun, jika dihidangkan dengan irisan tipis sashimi akan menjadi “basashi”. Makanan ini terkenal di daerah Kumamoto, Nagano dan Oita dan menjadi makanan yang umum juga di wilayah Tohoku. Selain dagingnya, ada juga makanan penutup berupa es krim yang terbuat dari daging kuda “es krim basashi”.


Natto

Mungkin bagi kalian makanan yang satu ini sudah ga asing lagi. Natto adalah makanan dari hasil fermentasi kedelai yang berbau cukup menyengat dan sangat lengket seperti jaring laba-laba biasanya disajikan sebagai menu sarapan di Jepang.

Shirouo no Odorigui

Shirouo adalah sebuah nama untuk ikan kecil yang transparan. Disebut Shirouo no Odogui, karena ikan-ikan ini dimakan secara hidup-hidup yang kemudian akan terasa seperti menari-nari dimulut kita “odorigui”.

Hachinoko

"Hachinoko" adalah larva lebah yang di gemari juga di Jepang,,,trus apabila bar lokal di Jepang kehabisan kacang untuk cemilan, maka larva lebah “Hachinoko” yang renyah ini bisa jadi penggantinya.

Oya, asal kalian tahu, larva lebah ini menjadi hidangan favorit mendiang Kaisar Hirohito dicampur dengan nasi yang dibumbui kecap dan gula.


Zazamushi

Makanan lain yang tersedia secara luas di Jepang baik dalam kemasan kalengan atau di restoran, adalah zazamushi (serangga yang hidup di air). Zazamushi sebenarnya bukan serangga, tapi sebuah nama yang diterapkan pada larva serangga yang hidup di dasar sungai.

Kujira & Iruka

Bukti nyata bahwa di Jepang, ikan paus “kujira” masih dikonsumsi sebagai makanan dalam hidangan berupa sashimi. Wahh.. Saya tidak menyarankan untuk yang satu ini, soalnya paus termasuk hewan yang dilindungi dan sudah terancam populasinya.

Bahkan lumba-lumba “iruka” yang lucu berakhir naas di dalam kemasan di supermarket.



Shiokara

Shiokara adalah makanan hasil laut yang sudah difermentasi dengan rasa yang asin dan amis.

(sumber:japanlands)

8:12 PM

Rahasia Kelezatan Hidangan Jepang

Jepang dikenal dengan tradisi kulinernya yang unik dari segi penyajian, serta segar dan sehat dari sisi rasa dan manfaatnya. Tak heran kalau rata-rata usia hidup orang Jepang cukup tinggi, yakni 83 tahun.

Rahasia kelezatan makanan Jepang terletak pada racikan bumbunya yang khas, demikian menurut Ogihara Sadahiko, Associate General Manager dari Ajinomoto Co, Inc. Racikan tersebut pada dasarnya terdiri atas kaldu dan penyedap atau sari pati yang terbuat dari tumbuhan.

''Contohnya sari pati tebu, kombu (sejenis rumput laut), kaldu dari ikan cakalang, atau ikan kayu. Bumbu atau kaldu makanan Jepang hampir semua menggunakan kombu dan ikan kayu,'' tutur Sadahiko, dalam sesi seminar pada Seminar dan Food Tasting Makanan Jepang di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (23/2/2010).

Ramuan bumbu itulah yang membedakan kelezatan hidangan Jepang dari hidangan Barat. Masakan Barat umumnya menggunakan kaldu atau bumbu (umami) yang terbuat dari campuran bawang bombay, seledri, wortel, dan daging.


http://farm1.static.flickr.com/71/165402654_f4a8de552e.jpg

Bumbu penyedap lain yang sering digunakan adalah MSG, atau penyedap rasa dari tebu. Memang banyak yang mengatakan bahwa penyedap rasa buatan tidak baik bagi tubuh, karena ada sebagian orang yang tubuhnya merespons negatif bumbu penyedap.

"Namun setelah diselidiki, ternyata orang itu juga bereaksi sama dengan bumbu penyedap atau jenis makanan lainnya,'' ujarnya. Lagipula, menurutnya, bumbu penyedap yang diproses merupakan sari pati dari tumbuhan, sehingga tidak berbahaya bagi tubuh.

Makanan Jepang juga dikenal sangat mempertimbangkan nilai artistik dalam penyajian hidangan. Lihat saja cara mereka menyajikan sushi di berbagai rumah makan sushi. Benar-benar menggugah selera kita untuk makan, bukan?

(sumber: kompas.com)