7:01 PM

Appendix: 1000 JAPANESE BASIC WORDS (JOUSHI)

MEISHI (NOUNS)

Case

  • subject marker, but penanda subjek, tapi, walaupun, dan, baik, aku harap
    • ~おうが~おうがaku tidak peduli apakah ... apakah ...
    • ~おうが~まいがapakah ... atau tidak
    • ~うがはやいかbegitu, tak lama setelah
  • から from dari, pada, dibuat (dari), oleh (pengganti ), karena, jadi sebaiknya
    • ~てからsetelah, sudah
  • at, by penanda adverba, pada, di, dengan, (terbuat) dari, dalam (kurun waktu), karena
  • and, with dan, bersama, dengan, jika, segera, begitu, kecuali setelah
    • という berkata
    • ~おうようと~おうようまいとapakah ... atau ...(tidak)
  • indirect object marker di, ada, di atas, setiap, dalam, ke (dalam), (pemberian) dari, kepada, dan
    • にもとずくよるberkat, berdasarkan, sesuai dengan
  • possession marker, of penanda letak, punya, dari, buatan (dari), penanda akhir kalimat (biasanya perempuan)
  • e ke, di, kepada, untuk
  • まで made sampai, hingga, sampai ke
    • とまでおもうberpikir nekat untuk (hiperbola)
  • より than daripada, lebih dari, dari sejak, dari, sebagai akibat dari
    • ~うよりmaka mau tidak mau harus
    • というよりketimbang sebagai
  • direct object marker penanda objek langsung
    • をするbekerja sebagai

Binding

  • topic marker penanda topik
    • ~てはいますreally benar-benar
  • as well juga, begitu juga, dan juga, beberapa kali, terus menerus
    • もするsebanyak, kesemua
  • and dan, seperti ini, dan lainnya
    • ~うやいなやbegitu melakukan

Conjunctive

  • および 及びand, as well as dan, juga, selain itu juga
  • whether apakah, bagaimana kalau,
    • ~んですかjadi kau ...
    • のかmungkinkah
    • とかseperti, dan, apakah
    • ~うか~ないうちにhampir-hampir, tak lama setelah
  • かも might be, possible that mungkin
  • そして and then lalu, setelah itu
  • それとも or, or else atau, atau pun
  • それに besides, moreover dan, selain itu
  • だの and things like, including seperti, dan lain/sebagainya, dan
    • ~うだの~ないだのというberkata ... lalu tidak
  • つつ while, though sementara itu
  • then kemudian
  • when, if, that jika
  • ながら while, though, both sementara itu, sambil
    • といいながらmeskipun ... namun
  • ならび if, in case jika, dan
  • なり both apakah .. atau, baik ... maupun
    • になるなりbegitu
    • なんなりapapun, apa adanya
    • だいなりしょうなりbaik itu besar atau kecil
  • to , by ke (dalam), untuk (seseorang)
  • possession penanda letak
  • ので so karena, sehingga
  • また and, also dan, juga
  • または 又はor alternatively atau
  • also... too juga
  • and dan, seperti

Final

  • emphasis and question marker. equivalent to "right?" begitu kan?, hei, wah
  • question marker penanda introgatif
  • the copula particle used after quasi adjectives wah, begitu kan?
    • ~うなjangan
  • かしらかな i wonder aku heran, aku raagu, kiranya
  • ness penanda ketegasan, aku yakin, penomina adjektif
  • っけ I remember seingat saya, omong-omong

Adverbial

  • こそ emphasis penekanan, pasti
  • さえ even sekalipun, bahkan, kalau saja
  • しか~ない only hanya
    • ~うしかないmau tidak mau harus
  • すら even walaupun, bahkan
  • くらい ぐらいほど approximately, about kira-kira, sekitar, bagaikan
    • ~ぐらいだったsehingga
  • だけ only, as much as hanya, se-
    • ~ただけのことはあったtidak sia-sia
    • ~ただけにternyata
    • ~だけあってsudah sepantasnya
    • だけでなくtidak hanya
  • だって however tapi
  • ったら casual topic marter (colloquial form of "to ittara", if you refer to ~; as for ~) jika ... maka, bagaimana dengan, mngapa tidak ..., ayolah, aku bilang kamu
  • って said that (yang) tersebut
  • ても でも also, or tapi, meskipun, sungguhpun, paling-paling, bagaimana pun juga, di mana pun juga, siapa pun juga
  • どこ(ではない) to busy to even think of tidak perlu dipertanyakan lagi, tidak terpikirkan, jauh dari
    • どころかbukannya ... melainkan, tidak hanya ... tetapi juga
  • など /なんか/なぞ/なんぞ dan lainnya, dan bermacam-macam lagi, orang seperti dia/ begitu/ seperti itu, semacam, seperti
    • などといっているmenjadi, justru
  • なら if, for verbs; subject marker, for nouns jika ... maka, kalau, mengenai
  • なんか casual undervalue, dislike, lack orang seperti dia/ begitu/ seperti itu, semacam, seperti
  • なんて casual undervalue, dislike, lack bagaimana bisa, apa, kan?
  • のみ only hanya
  • topic marker (although ha is the hiragana wa is pronunciation) penanda topik
  • ばかり ばっかり just, full of, only hanya, paling-paling
    • ばかりでなくtidak hanya ... tapi juga
  • まで until sampai
  • too, also juga

6:43 PM

MENELUSURI ZAMAN MEIJI

Zaman Meiji (明治時代 Meiji jidai), atau periode Meiji, menandakan 45 tahun berkuasanya Kaisar Meiji, berlangsung, menurut kalender Gregorian, dari 23 Oktober 1868 hingga 30 Juli 1912, sesudah zaman Keio (慶応時代 Keiou jidai) dan sebelum zaman Taisho (大正時代 Taishou jidai). Selama masa ini, Jepang memulai modernisasi secara besar-besaran dan menunjukkan kekuatannya pada dunia. Nama zaman ini berarti ‘aturan pencerahan’.

Setelah kematian Kaisar Meiji pada tahun 1912, Kaisar Taisho menerima tahta, dan memulai Zaman Taisho.

1. RESTORASI MEIJI AND KEKAISARAN
Tanggal 3 Februari 1867, Mutsuhito yang baru berusia 15 tahun meneruskan kekuasaan ayahnya, Kaisar Komei dan zaman baru Meiji, yang berarti ‘aturan pencerahan’, diumumkan. Restorasi Meiji pada tahun 1868 mengakhiri 265 tahun berdirinya Keshogunan Tokugawa yang feodalistis.

Reformasi pertama adalah pengumuman Lima Pasal Dekrit yang merupakan rencana politik pemerintahan baru pada tahun 1868 (tahun 4 zaman Keio), sebuah pernyataan umum mengenai visi dan misi pemerintahan Meiji untuk meningkatkan moralitas dan memperoleh dukungan finansial demi terbentuknya pemerintahan baru dalam bentuk sumpah kepada dewa. Isinya terdiri dari:
1. Pembentukan dewan-dewan legislatif;
2. Pelibatan semua golongan masyarakat dalam mengadakan hubungan antarnegara;
3. Penarikan kembali aturan perpajakan dan pembatasan kelas dalam pekerjaan;
4. Penggantian ‘tradisi setan’ dengan ‘hukum alam’; dan
5. Pengiriman utusan ke Eropa dan Amerika untuk mempelajari ilmu Barat dan memperkuat fondasi hukum pemerintahan Meiji.

Di dalam lima pernyataan resmi tersebut, kaisar mengadakan tukar-menukar pendapat untuk mengembangkan pembangunan politik dan ekonomi. Dengan demikian Jepang akan meunjukkan kepada seluruh dunia bahwa mereka akan membangun negaranya dengan menuntut ilmu pengetahuan. Namun di pihak lain, dengan adanya perlawanan rakyat terhadap kebijaksanaan politik yang melarang pemberontakan dan agama Kristen, maka keadaan dianggap akan sama dengan keadaan di zaman Edo. Perlawanan yang paling sengit datang dari Toba dan Fushimi (戊辰戦争, Boshin-sensou), masih terdapat mantan samurai di zaman bukufu yang melawan pemerintahan baru, sehingga pemberontakan tetap berlanjut selama setengah tahun di Ueno (Tokyo), Aizu (Fukushima-ken), Boryokaku (Hakodate). Namun pergolakan tersebut akhirnya dapat diredam oleh tentara pemerintahan baru yang berpusat di Satcho, sehingga penyatuan Jepang pada zaman pemerintahan beru Meiji ini dapat diselesaikan.

Pemerintah Meiji memulai bermacam-macam reformasi untuk membuat struktur lembaga politik baru yang berpusat pada kaisar. Reformasi pada masa ini disebut Restorasi Meiji. Pemerintahan yang baru pada tahun 1869 (Meiji II) memerintahkan kepada para daimyo agar tanah wilayah han dan rakyat yang tinggal di wilayah tersebut dikembalikan dari daimyo ke kaisar. Kebijakan selanjutnya keluar pada tahun 1871 (Meiji IV) yang memutuskan untuk menghapus sssistem han, membagi seluruh negeri menjadi sistem ken, serta dikirimkan pegawai pemerintahan langsung dari pusat, yang disebut pula haihanchiken. Dengan begitu, pajak seluruhnya dikumpulkan oleh pemerintah, dan pegawai pemerintah tinggal menerima gaji dari pemerintah.

Di samping itu, pemerintah menyatakan shiminhyodo (persamaan empat strata sosial), yaitu: bangsawan feodal menjadi kazokui, kaum samurai menjadi shizoku, petani, tukang, dan pedagang menjadi heinin. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat biasa pun berhak memilik nama keluarga, pekerjaan, ataupun tempat tinggal dengan bebas.

2. BIDANG POLITIK
Pemerintah baru Meiji terus berupaya memajukan diplomasi. Awalnya pemerintah memikirkan cara untuk mengubah perjanjian-perjanjian antara negara Barat dan bakufu yang dirasa kurang adil bagi rakyat Jepang. Selain itu, observasi digencarkan untuk mengirim wakil-wakil pemerintahan ke negara Barat. Namun negoisasi untuk memperbarui isi perjanjian-perjanjian tersebut sama sekali tidak ditanggapi oleh negara-negara Barat. Karena itu, pemerintah berpendapat bahwa akan lebih baik untuk membangun negara, mengembangkan industri, dan memperkuat militer demi kepentingan negara daripada harus merevisi isi perjanjian.

Pada masa itu, yang mula-mula menjadi menteri adalah para pemimpin yang berasal dari Satsuma dan Choshu. Mereka pulalah yang memegang pemerintahan. Menurut konstitusi yang dikeluarkan pada tahun 1889, Kaisar memang memegang konstitusi, namun kaisar Meiji tidak diharapkan menjalankan pemerintahan, melainkan hanya memberikan pengesahan atas keputusan-keputusan yang diambil para menteri.

Tidak sedikit orang yang merasa tidak puas, terutama mareka para mantan samurai. Ini terutama karena kaum samurai yang kehilangan pekerjaan terpaksa harus berdagang dengan mereka sendiri (士族の商法, shizoku no shouhou). Mereka akhirnya memberontak di berbagai daerah.

Saiko Takamori dan lainnya menuntut pemerintahan baru agar kekuasaan para mantan samurai diarahkan ke luar, memberlakukan kembali politik isolasi, daan membuka Korea dengan paksa. Namun atas anjuran Okubo Toshimichi, Kido Takayoshi, dan tokoh lainnya, perkembangan negara secara langsung lebih maju dan pemerintahan dalam negeri dilaksanakan lebih dahulu.

Pada tahun 1987 (Meiji X), terjadi pertempuran skala besar yang kemudian dikenal dengan Perang Barat Daya (西南戦争, seinan-sensou). Namun, dengan adanya tentara baru yang terbentuk dari sistem wajib militer, maka pemberontakan dapat dihentikan waktu enam bulan.

Walaupun keadaan dalam negeri mengalami guncangan, pemerintah Meiji tetap melakukan negosiasi dengan negara-negara tetangga untuk dapat menetapkan batas daerah kekuasaan Jepang. Pada tahun 1875, diadakan negosiasi dengan Rusia mengenai pertukaran pulau di mana mereka menyetujui bahwa pulau Karafuto (Sakhalin) termasuk wilayah Rusia, sedangkan pulau Chishima termasuk wilayah Jepang. Pada tahun 1879, provinsi Okinawa dimasukkan ke dalam pulau Ryukyu.

3. KEADAAN SOSIAL DAN BUDAYA
Pada saat kembalinya, salah satu tindakan pertama pemerintah adalah dengan menetapkan peringkat baru bagi bangsawan. Lima ratus orang tua dari pengadilan bangsawan, mantan daimyo, hingga samurai yang telah memberikan layanan kepada Kaisar berharga diselenggarakan di lima peringkat: pangeran (王族/皇族, oozoku/kouzoku), marquis (侯爵, koushaku), count (伯爵, hakushaku), viscount (子爵, shishaku), dan baron (男爵, danshaku). Pada saat inilah bahwa gerakan Ee ja nai ka, sebuah penjangkitan spontan karena kegembiraan luar biasa, berlangsung.

Tahun 1885, cendekiawan Yukichi Fukuzawa menulis esei yang sangat berpengaruh berjudul “Membiarkan Asia” (Leaving Asia), yang berpendapat bahwa Jepang seharusnya menyesuaikan diri dengan 'negara-negara Barat yang beradab', meninggalkan negara-negara Asia tetangganya yang 'mundur dan tak bisa diharapkan lagi', yaitu Korea dan Cina. Esei ini mungkin memiliki peranan dalam kebangkitan ekonomi dan teknologi Jepang pada Zaman Meiji tetapi juga dapat menjadi sebuah landasan untuk penjajahan Jepang di wilayah ini di kemudian hari.

Modernisasi di bidang kebudayaan terus dilakukan. Pada tahun 1872 (Meiji V), pemerintah menetapkan sistem pendidikan di mana masyarakat yang memiliki pekerjaan dan status macam apapun dapan mengikuti pendidikan. Selain itu, pemerintah Meiji pun mengirimkan banyak mahasiswa ke negara-negara Eropa dan Amerika dan mengundang banyak ahli teknik dari negara-negara Barat. Kebudayan Barat yang maju pun diadopsi oleh pemerintah.

Di bidang kehidupan sehari-hari, diberlakukan kalender solar Gregorian. Agama Kristen akhirnya diakui karena adanya kritik-kritik dari luar negeri. Teknik cetak berkembang sehingga koran yang menyebarluaskan politik dan humaniora banyak diterbitkan. Kebudayaan di kota-kota besar yang merupakan salah satu kebudayaan yang paling inovatif di dunia, menghasilkan kombinasi seni cetak balok kayu, teater Kabuki, novel, puisi Haiku, mode pakaian, dan perpustakaan--kebanyakan terikat dengan geisha atau perempuan yang hadir setiap kota tempat hiburan. Di Ginza, Tokyo, dibangun bangunan-bangunan bergaya Barat yang menggunakan batu bata merah dan di jalan-jalan raya dinyalakan lampu-lampu gas yang menerangi jalan.

Memotong rambut kuncir menjadi pendek dan memakai pakaian ala Barat telah menjadi gaya hidup baru. Di samping itu, daging sapi yang biasanya tidak dimakan akhirnya mereka makan dan mulai pada waktu itu banyak dijumpai restoran sukiyaki. Gaya hidup baru yang mencakup bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, sandang, pangan, papan, dan lainnya addalah kebudayaan barat yang baru yang semakin lama semakin diterima masyarakat dan disebut dengan istilah Bunmei Kaika (masa peradaban dan pencerahan).

Di bidang pemikiran, diterapkan pemikiran Barat, seperti bahwa manusia semuanya bebas dan sederajat, dan memiliki hak yang sama untuk menuntut pemikiran untuk mendapatkan keadilan dalam mencapai kebahagiaan dan kebebasannya sehingga pemikiran ini akhirnya meluas di masyarakat. Dalam buku Fukuzawa Yukichi, terdapat kata-kata pendahuluan yang berbunyi: “Langit yang ada di atas manusia bukan buatan manusia, jadi manusia tidak membuat di bawah manusia.”

Di bidang pendidikan, awalnya banyak petani yang tidak suka memasukkan anak-anaknya ke sekolah karena harus membatyar uang sekolah. Namun kenyataannya semakin lama pendidikan sekolah dasar pun semakin meluas. Di bidang pendidikan tinggi, didirikalah perguruan tinggi Tokyo Igaku pada tahum 1877 (diganti namanya menjadi Universitas Teikoku pada tahun 1896, dan berganti lagi pada 1945 menjadi Universitas Tokyo); Fukuzawa Yukichi mendirikan sekolah swasta Keio; pemimpin agama Kristen bernama Niijimajo mendirikan Universitas Doshisha; sedangkan Okuma Shigenobu mendirikan sekolah kejuruan Tokyo, Universitas Waseda. Perguruan-perguruan tinggi tersebut banyak menghasilkan tenaga ahli yang tidak kalah dari luar negeri. Pemerintah Meiji terus menyempurnakan bidang pendidikan semaksimal mungkin dengan penetrasi sambil memasukkan prinsip Barat (kebijakan Eropanisasi). Pada tahun 1890, wajib belajar yang merupakan dasar dari pendidikan akhirnya dicanangkan.

4. BIDANG KESUSASTRAAN
Dalam langkah modernisasi dengan adanya Restorasi Meiji, Jepang pun turut memodernisasi bidang kesusastraan, dimulai dari tulisan Shobochi Shoyo berjudul Shosetsu Shinzui pada tahun 1885. Dalam Shoyo diungkapkan bahwa karya sastra bukanlah alat politik maupun moral, tapi merupakan seni yang memiliki makna sendiri, yang mengutamakan keindahan hidup dan realisme. Salah satu penulis novel yang terkenal pada masa itu adalah Futabatei Shimei yang menjadi pelopor dalam novel modern. Salah satu novel modernnya adalah Ukigumo, yang ditulis dengan bahasa kolokial (percakapan). Sampai saat ini, karya klasik seperti Goshunotoi karya Kodarohan dan Konjikiyasha karya Ozaki Koyo masih banyak dibaca kalangan luas.

Pada masa itu, berturut-turut bermunculan karya sastra yang dipublikasikan oleh Higuchi Ichiyo seperti Takekurabe, Nigorie, Jusanya, dan lainnya. Karya-karya yang ditulis dengan gaya bahasa yang sangat indah itu menceritakan tentang seorang wanita yang harus menghadapi kesulitan di tengah masyarakat yang terikat oleh adat istiadat dan moral yang kuno, tap karya sastra itu secara realistis masih bernapaskan puisi.

Selain itu, karya-karya baru di bidang puisi seperti waka dan haiku pun lahir. Puisi, disebut pula shintaishi, dan karya-karya di bidang puisi bernafaskan romantis. Di bidang haiku dan waka, Masao Kashiki mengeluarkan majalah bernama Hototokisu yang melukisakan karya-karya haiku dan tanka. Yosano Aiko, dalam majalah Myojo, menerbitkan tanka yang bernapaskan romantisisme dan kaya dengan imajinasi sastra.

Setelah karya Ukigumo, banyak karya-karya beraliran naturalis yang mendapat pengaruh dari sastra asing bermunculan. Yang perlu diperhatikan adalah karya Shimazaki Toson yang berjudul Haikai. Haikai merupakan puncak dari karya sastra Jepang yang menggambarkan pergolakan batin seorang manusia, khususnya dunia remaja dan penderitaan yang dialaminya. Toson terus aktif menulis hingga zaman Showa ketika dia menulis kisah tentang kehidupan orang tuanya semasa sulit di zaman restorasi Meiji dalam novel berjudul Yoakemae. Sastra naturalisme merupakan gerakan modernisasi di bidang kesussastraan. Karya sastra Tayama Katai yang berjudul Futon memiliki pengaruh besar terhadap gerakan tersebut.

Dalam perkembangan kesusastraan naturalisme tersebut, khususnya sejak pertengahan zaman Meiji hingga awal zaman Taisho, orang-orang yang berperan adalah Mori Ogai, Natsume Soseki, Ishikawa Takubaku.

5. BIDANG EKONOMI DAN INDUSTRI
Industri modern Jepang, setelah tahun 1890, yang berusaha memajukan mekanisme di bidang industri pemintalan sutra, dan industri lainnya, ditandai dengan diimpornya benang katun dan benang sutera ke Amerika, Korea, dan Cina. Perang Cina-Jepang dan Rusia-Jepang mengakibatkan Jepang memperoleh sumber-sumber kekayaan alam yang berlimpah. Pada tahun 1901, Jepang selesai membangun pabrik besi baja pertama yang dikelola pemerintah. Dengan demikian, terbentuklah dasar dari perkembangan industri berat, seperti industri baja dan industri pembuatan kapal, serta mesin-mesin industri.

Revolusi tersebut mengakibatkan meningkatnya kapitalisme dan timbulnya persoalan dalam masyarakat feodal. Di perdesaan, karena dipaksa membayar pajak yang tinggi, semakin banyak para petani yang menjual tanah pribadinya sehingga jumlah petani miskin pun terus meningkat. Para petani kecil yang tidak bisa hidup di perdesaan lagi lebih memilih pergi ke perkotaan dan menjadi buruh pabrik.

Namun, kondisi pabrik tempat para petani itu bekerja sangat buruk. Di lain pihak, para tuan tanah lintah darat yang menimbun dan mengumpulkan tanah yang luas tidak bisa menanam sendiri, sehingga mereka yang mebiayai hidup dengan cukai semakin bertambah. Selain itu, para tuan tanah yang menjadi anggota perlemen (yang membayar dengan jumlah banyak) pun meningkat. Saat itu, tuan tanah besar dan keluarga kapitalis yang mengelola perusahaan, memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap politik Jepang.

Bersamaan dengan perkembangan industri modern, maka modal diakumulasikan pada industri-industri besar dan keluarga kapitalis yang berpengaruh (zaibatsu). Di bidang keuangan, perdagangan luar negeri, transportasi, pertambangan, dan bidang lain, diadakan pengelolaan multidimensi sehingga bank akhirnya menguasai modal industri.

Dalam keadaan seperti itu, paham pemikiran masyarakat juga meluas di Jepang. Pergerakan para petani kecil dan para buruh dalam upaya memperbaiki kehidupannya sering teerjadi. Namun pemerintah membuat undang-undang yang pengawasannya dilakukan secara ketat.

6. BIDANG MILITER
a. Gambaran Umum
Tanpa dihalangi oleh pihak oposisi, pemerintah Meiji meneruskan modernisasi negeri dengan membangun jaringan kabel telegraf yang disponsori pemerintahan ke seluruh kota-kota penting di Jepang dan daratan Asia, konstruksi jalan kereta api, industri pembuatan kapal, pabrik amunisi, tambang, tekstil dan manufaktur, pabrik-pabrik, dan pusat penelitian agrikultur. Karena banyak yang memikirkan masalah keamanan nasional, pemerintah pun akhirnya membuat beberapa upaya dalam modernisasi militer, yaitu denagn menciptakan angkatan perang yang kecil, sistem cadangan yang besar, dan wajib militer bagi seluruh laki-laki dewasa. Sistem militer Barat mereka pelajari, penasihat dari luar negeri, khususnya Perancis, mereka boyong untuk melatih tentara Jepang, dan banyak kadet dari Jepang dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat untuk belajar di sekolah militer dan angkatan laut di sana.


b. Awal Periode 1868-1877
Pada tahun 1854, setelah Komodor Matthew C. Perry memaksa Jepang untuk menandatangani Persetujuan Kanagawa, rakyat Jepang mulai menyadari bahwa dia harus melakukan modernisasi dalam bidang militer untuk mencegah intimidasi dari pihak Barat. Namun, keshogunan Tokugawa secara tidak resmi mengemukakan sudut pandang ini, sehingga Gubernur Nagasaki, Shanan Takushima, yang menyuarakan pandangannya perihal reformasi militer dan modernisasi persenjataan secara frontal pun dipenjara.

Tidak sampai awal Zaman Meiji tahun 1868 saat pemerintah Jepang mulai melakukan modernisasi secara serius. Pada tahun 1868, pemerintah Jepang membangun gudang senjata di Tokyo. Gudang senjata ini bertanggung jawab atas pengembangan dan manufaktur senjata ringan dan amunisi semacamnya. Pada tahun yang sama, Masujiro Jepang Omura mendirikan akademi militer pertama di Kyoto. Omura lebih jauh mengusulkan dibangunnya barak-barak militer yang diisi oleh kalangan masyarakat, termasuk golongan petani dan pedagang. Kalangan shogun, yang tidak senang dengan pandangan Omura perihal pengerahan itu, akhirnya membunuhnya pada tahun berikutnya.

Pada tahun 1870, Jepang memperluas basis produksi militer dengan cara membuka gudang senjata lain di Osaka. Gudang senjata di Osaka ini bertanggung jawab atas produksi senjata mesin dan amunisi. Selain itu, empat pabrik bubuk mesiu juga dibuka di tempat ini. Kapasitas produksi Jepang pun meningkat secara bertahap.

Pada tahun 1872, Yamagata Aritomo dan Saigo Tsugumichi, dua orang marsekal militer, mendirikan Korps Pengawal Istana. Korps ini diisi oleh para pahlawan dari marga Tosa, Satsuma, dan Chusho. Selain itu, pada tahun yang sama, Hyobusho (Kementerian Hubungan Militer) telah dibubarkan dan diganti dengan Departemen Urusan Militer dan Departemen Angkatan Laut. Kalangan pemerintahan shogun merasa benar-benar kecewa pada tahun-tahun berikutnya, saat Konskripsi Hukum 1873 disahkan pada pada bulan Januari. Undang-undang ini memerlukan setiap lelaki Jepang dewasa, dari kelas manapun, untuk melaksanakan mandat selama tiga tahun pada cadangan pertama dan tambahan dua tahun pada cadangan kedua. Hukum yang luar biasa ini, yang menandai awal berkhirnya kekuasaan shogun, awalnya menemui hambatan baik dari pihak petani maupun semacam pejuang. Kalangan petani menafsirkan istilah pelayanan militer, secara literal ketsu-eki (pajak darah), dan berusaha untuk menghindari pelayanan yang tentu saja diperlukan. Metode yang harus dihindari termasuk pelumpuhan, mutilasi diri, dan pemberontakan orang local. Kalangan samurai itu yang umumnya merasa sebal dengan kalangan militer baru bergaya Barat dan pada awalnya menolak untuk mempertahankan formasi dengan kelas petani yang rendah.

Bersamaan dengan penerapan hukum yang baru, pemerintah Jepang mulai membuat model baru untuk angkatan darat mereka dengan meniru militer Prancis. Bahkan, tentara Jepang yang baru menggunakan struktur peringkat yang sama seperti Prancis. Peringkat-peringkat calon perwira adalah: tamtama, bintara, dan perwira. Peringkat-peringkat tentara terdiri dari: jojo-hei atau tentara kelas atas, itto-sottsu atau tentara kelas satu, dan nito-sotsu atau tentara kelas dua. Peringkat-peringkat kelas bintara terdiri dari: gocho atau kopral, gunso atau sersan, socho atau sersan mayor, dan tokumu-socho atau sersan mayor khusus. Terakhir, peringkat-peringkat kelas perwira terdiri dari: shoi atau letnan dua, chui atau letnan, tai atau kapten, shosa atau mayor, chusa atau letnan kolonel, taisa atau kolonel, shosho atau mayor jenderal, chujo atau letnan jenderal, taisho atau jenderal, dan gensui atau panglima tertinggi. Pemerintah Perancis juga sangat berkontribusi dalam memberikan pelatihan kepada para tentara Jepang. Cukup banyak yang bekerja di akademi militer di Kyoto, dan masih banyak lagi yang dengan gugup menerjemahkan istilah-istilah bahasa Prancis untuk peringkat-peringkat yang digunakan di Jepang.

Walaupun Konskripsi Hukum 1873, dan semua reformasi serta kemajuannya, militer Jepang yang baru masih belum dapat diuji. Semua menjadi berubah pada tahun 1877, ketika Takamori Saigo, memimpin pemberontakan terakhir para samurai di Kyushu. Pada bulan Februari 1877, Saigo meninggalkan Kagoshima dengan rombongan pasukan dalam jumlah kecil menuju Tokyo. Istana Kumamoto adalah tempat pertarunagn besar pertama bagi pasukannya yang dibakar oleh pasukan karena mereka berusaha untuk menahan perjalanan mereka ke istana. Daripada meninggalkan musuh berada, Saigo melakukan serangan lanjutan ke istana. Dua hari kemudian, para pemberontak dari Saigo sementara berusaha menutup jalan bagi orang-orang yang lewat gunung, mereka menemui tentara elemen nasional yang sedang berada dalam perjalanan menuju istana Kumamoto. Setelah perang yang singkat itu, kedua belah pihak untuk menghimpun kembali diri kekuatan mereka. Beberapa minggu kemudian tentara nasional terlibat dalam pertarungan langsung melawan para pemberontak dari Saigo yang sekarang disebut Perang Tabaruzuka. Selama delapan hari berperang, pasukan Saigo yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang bertarung secara langsung dengan tentara nasional yang berjumlah hampir sama. Kedua belah pihak kehilangan hampir empat ribu korban selama pertarungan ini. Namun karena adanya wajib militer, tentara Jepang mampu menghimpun kembali kekuatan sementara dari pasukan Saigo tidak. Selanjutnya, pasukan yang setia kepada Kaisar pun berhasil menghentikan aksi pemberontakan dan mengakhiri pengepungan di istana Kumamoto setelah lima puluh empat hari. Pasukan Saigo melarikan diri ke utara, dan dikejar oleh tentara nasional. Tentara nasional menangkap Saigo di Gunung Edodake. Pasukan Saigo terus berkurang jumlahnya dan memaksa para samurai untuk menyerah. Sisanya lima ratus samurai yang setia kepada Saigo kabur, melakukan perjalanan ke selatan menuju Kagoshima. Pemberontakan berakhir pada 24 September 1877 diikuti kematian empat puluh orang samurai yang tersisa dan pemenggalan kepala Takamori Saigo. Kemenangan tentara nasional mengesahkan modernisasi militer Jepang, serta berakhirnya pada era samurai.

7. HUBUNGAN INTERNASIONAL
Ketika Angkatan Laut Amerika Serikat mengakhiri kebijakan sakoku Jepang, juga ketertutupannya, Jepang akhirnya sadar akan kelemahannya dan terpaksa menerima tekanan militer dan eksploitasi ekonomi dari kekuatan Barat. Karena Jepang muncul dari periode feodal, Jepang merasa harus membentengi diri agar tidak dijajah seperti negara-negara Asia lain dengan cara membangun kemerdekaan nasional yang sejati serta persamaan.

Menyusul kekalahan Cina di Korea dalam perang Cina-Jepang (1894-1895), Jepang menerobos sebagai kekuatan internasional dengan sebuah kemenangan dari Rusia di Manchuria (Cina sebelah timur laut) pada perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905. Setelah bersekutu dengan Inggris sejak Aliansi Inggris-Jepang yang ditandatangani di London pada 30 Januari 1902, Jepang bergabung dengan Tentara Sekutu pada Perang Dunia I, merampas wilayah kekuasaan German di Cina dan Pasifik selama aksinya, akan tetapi sebaliknya, menempatkan diri lebih jauh dalam konflik.

Setelah perang berakhir, Eropa yang mulai melemah meninggalkan sebuah saham yang lebih besar di pasar internasional bagi Amerika Serikat dan Jepang, yang mulai muncul dan semakin kuat. Daya saing Jepang menciptakan serangan besar ke dalam pasar yang didominasi Eropa di Asia sampai sekarang, tidak hanya di Cina, tetapi bahkan di negara jajahan Eropa colonies seperti India dan Indonesia, mencerminkan pengembangan zaman Meiji.

8. PENELITI DAN AHLI SEJARAH
Peneliti asing kunci yang terus memerhatikan perubahan yang sangat cepat dan luar biasa dalam kehidupan masyarakat Jepang pada zaman ini adalah Ernest Mason Satow, yang bertempat tinggal di Jepang pada tahun 1862-1883 dan 1895-1900.